Sejarah, Makna Lambang, dan Bentuk Penerapan Sila Keempat (Sila ke-4) Pancasila

Sejarah, Makna Lambang, dan Bentuk Penerapan Sila Keempat Pancasila

Indonesia merupakan bangsa yang falsafahnya Pancasila. Adapun setiap nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam jurnalnya yang berjudul “Indonesia in 1984: Pancasila, Politics, and Power” Weatherbee (1985) menjelaskan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia didasarkan pada lima prinsip dasar dalam Pancasila, yaitu percaya pada Tuhan, paham kemanusiaan, persatuan nasional, demokrasi konsensual, dan keadilan sosial.

Nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila tersebut saling berkaitan antarsatu dengan yang lain, antara sila pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima saling terhubung dan tidak dapat dipisahkan. Sila-sila dalam Pancasila itu harus dipahami oleh seluruh masyarakat dan diamalkan dalam kehidupannya.

Baca juga : Sejarah, Makna Lambang dan Bentuk Penerapan Sila Pertama (Sila ke-1) Pancasila

Jika Indonesia hanya menganut ekasila, yaitu sila keempat maka ideologi bangsanya juga berbeda. Ideologi bangsa Indonesia akan menjadi liberalis jika menganut sila keempat (Sila ke-4) saja.

Sejarah Singkat Sila Keempat (Sila ke-4) Pancasila

Indonesia menganut sistem demokrasi. Setiap negara yang menganut sistem demokrasi harus menjamin penyelenggaraan negara berlandaskan hukum. Hal ini disebut dengan negara hukum demokratis (democratische rechtsstaat). Sebagaimana sila ke-4 Pancasila menyebutkan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Artinya mengedepankan prinsip bermusyawarah untuk mufakat melalui wakil-wakil dan badan-badan perwakilan dalam memperjuangkan mandat dari rakyat.

Baca juga : Sejarah, Makna Lambang dan Bentuk Penerapan Sila Kedua (Sila ke-2) Pancasila

Makna Lambang Sila Keempat (Sila ke-4) Pancasila 

Sila keempat (Sila ke-4) Pancasila berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Lambang sila keempat (Sila ke-4) adalah kepala banteng. Kepala banteng dipilih untuk melambangkan sila keempat(Sila ke-4) karena banteng merupakan hewan sosial yang suka berkumpul. Seperti ketika melakukan musyawarah, orang-orang harus berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu. Oleh karena itu, makna dari lambang sila keempat (Sila ke-4), yaitu hewan sosial yang suka berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu.

Baca juga : Sejarah, Makna Lambang dan Bentuk Penerapan Sila Ketiga (Sila ke-3) Pancasila

Berikut ini contoh bentuk penerapan sila keempat (Sila ke-4) pada kehidupan sehari-hari.

  1. Setiap orang dalam masyarakat memilki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan serta pekerjaan.
  2. Ketika bermain bersama teman. Berdiskusi untuk menentukan permainan yang akan dilakukan. 
  3. Berdiskusi dengan keluarga ketika ingin melakukan tamasya.
  4. Ikut berpartisipasi dan berpendapat ketika melakukan kerja kelompok.
  5. Menghargai pendapat orang lain dan tidak apatis ketika melakukan pengambilan suara.
  6. Menerima keputusan atau hasil akhir yang diambil dari musyawarah walaupun mungkin berbeda dengan pendapat kita. 
  7. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lainin. Pemaksaan kehendak orang lain dapat dilakukan dengan melakukan “suap” untuk memenuhi kepentingan diri sendiri. 
  8. Mengutamakan musyawarah mufakat ketika mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.  
  9. Musyawarah untuk mencapai mufakat diikuti dengan semangat kekeluargaan 
  10. Musyawarah untuk mencapai mufakat sering dikukan dalam tiap rapat di DPR/MPR.

Baca juga : Sejarah, Makna Lambang dan Bentuk Penerapan Sila Kelima (Sila ke-5) Pancasila

Itulah tadi sejarah, makna lambang, dan bentuk penerapan sila keempat (Sila ke-4) Pancasila. Setiap warga negara Indonesia harus memahami arti dari sila keempat (Sila ke-4) Pancasila. Tujuannya agar tercipat rasa saling tenggang rasa ketika berdiskusi. Lebih mementingkan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan pribadi. Makna sila keempat (Sila ke-4) juga dapat diterapkan di lingkungan kerja, tempat bermain, sekolah, hingga keluarga. 

Post a Comment

0 Comments